Proklamasi Kemerdekaan Indonesia terjadi pada tahun 1945
bertepatan ketika itu adalah di bulan Ramadhan 1365 H. Tepatnya adalah
terjadi pada hari Jum'at Jumat, 17 Agustus 1945. Begitu besar arti dan
makna akan Kemerdekaan Indonesia ini terdahap kelangsungan pembangunan
Indonesia. Hanya saja sepertinya banyak yang melupakan mengenai
sejarah kemerdekaan Bangsa Indonesia
ini yang telah benyak menguras korban jiwa dan harta benda pada jaman
kemerdakaan dahulu yang dilakukan oleh para pahlawan bangsa Indonesia
tercinta ini.
Untuk mengingatkan kembali akan proses proklamasi dan juga kemerdekaan kita ini marilah kita sedikit banyak belajar mengenai
sejarah berdirinya bangsa Indonesia
ini. Dimulai dengan tanggal 6 Agustus 1945 ketika itu Bom mengguncang
kota Nagasaki dan dan kemudian tanggal 9 Agustus giliran kota Hirosima
di Jepang oleh Amerika Serikat. Dan peristiwa pemboman hirosima nagasaki
ini adalah menjadi pertanda menyerahnya Jepang kepada Amerika dan juga
sekutunya.
Sehari kemudian BPUPKI berganti nama menjadi PPKI (Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia) untuk lebih menegaskan keinginan dan tujuan
mencapai kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 9 Agustus 1945, bom atom
kedua dijatuhkan di atas Nagasaki sehingga menyebabkan Jepang menyerah
kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh
Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya.
Soekarno, Hatta selaku pimpinan PPKI dan Radjiman Wedyodiningrat sebagai mantan ketua
BPUPKI
diterbangkan ke Dalat, 250 km di sebelah timur laut Saigon, Vietnam
untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang
sedang di ambang kekalahan dan akan memberikan kemerdekaan kepada
Indonesia. Sementara itu di Indonesia, pada tanggal 10 Agustus 1945,
Sutan Syahrir telah mendengar berita lewat radio bahwa Jepang telah
menyerah kepada Sekutu.
Para pejuang bawah tanah bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan RI,
dan menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah Jepang.
Syahrir memberitahu penyair Chairil Anwar tentang dijatuhkannya bom atom
di Nagasaki dan bahwa Jepang telah menerima ultimatum dari Sekutu untuk
menyerah. Syahrir mengetahui hal itu melalui siaran radio luar negeri,
yang ketika itu terlarang. Berita ini kemudian tersebar di lingkungan
para pemuda terutama para pendukung Syahrir.
Pada tanggal 12 Agustus 1945, Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat,
Vietnam, mengatakan kepada Soekarno, Hatta dan Radjiman bahwa
pemerintah Jepang akan segera memberikan kemerdekaan kepada Indonesia
dan proklamasi kemerdekaan dapat dilaksanakan dalam beberapa hari,
tergantung cara kerja PPKI. Meskipun demikian Jepang menginginkan
kemerdekaan Indonesia pada tanggal 24 Agustus.
Dua hari kemudian, saat Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah
air dari Dalat, Syahrir mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan
kemerdekaan karena menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu
muslihat Jepang, karena Jepang setiap saat sudah harus menyerah kepada
Sekutu dan demi menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis, antara
yang anti dan pro Jepang. Hatta menceritakan kepada Syahrir tentang
hasil pertemuan di Dalat.
Sementara itu Syahrir menyiapkan pengikutnya yang bakal berdemonstrasi
dan bahkan mungkin harus siap menghadapi bala tentara Jepang dalam hal
mereka akan menggunakan kekerasan. Syahrir telah menyusun teks
proklamasi dan telah dikirimkan ke seluruh Jawa untuk dicetak dan
dibagi-bagikan.
Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi
kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar,
dan dapat berakibat sangat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap.
Soekarno mengingatkan Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan
kemerdekaan karena itu adalah hak Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI). Sementara itu Syahrir menganggap PPKI adalah badan
buatan Jepang dan proklamasi kemerdekaan oleh PPKI hanya merupakan
'hadiah' dari Jepang.
Pada tanggal 16 Agustus 1945 -- Gejolak tekanan yang menghendaki
pengambilalihan kekuasaan oleh Indonesia makin memuncak dilancarkan para
pengikut Syahrir. Pada siang hari mereka berkumpul di rumah Hatta, dan
sekitar pukul 10 malam di rumah Soekarno. Sekitar 15 pemuda menuntut
Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan melalui radio, disusul
pengambilalihan kekuasaan. Mereka juga menolak rencana PPKI untuk
memproklamasikan kemerdekaan pada 16 Agustus.
Peristiwa Rengasdengklok
Rapat PPKI pada 16 Agustus pukul 10 pagi tidak dilaksanakan karena
Soekarno dan Hatta tidak muncul. Peserta rapat tidak tahu telah terjadi
peristiwa Rengasdengklok. Para pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh,
yang tergabung dalam gerakan bawah tanah kehilangan kesabaran, dan pada
dini hari tanggal 16 Agustus 1945 mereka menculik Soekarno (bersama
Fatmawati dan Guntur yang baru berusia 9 bulan) dan Hatta, dan
membawanya ke Rengasdengklok, yang kemudian terkenal sebagai peristiwa
Rengasdengklok. Di sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang
telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apa
pun risikonya.
Pertemuan Soekarno/Hatta dengan Jenderal Yamamoto.
Malam harinya, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta, bertemu dengan
Jenderal Yamamoto dan bermalam di kediaman wakil Admiral Maeda Tadashi.
Dari komunikasi antara Hatta dan tangan kanan komandan Jepang di Jawa
ini, Soekarno dan Hatta menjadi yakin bahwa Jepang telah menyerah kepada
Sekutu, dan tidak memiliki wewenang lagi untuk memberikan kemerdekaan.
Naskah Proklamasi
Mengetahui bahwa proklamasi tanpa pertumpahan darah telah tidak mungkin
lagi, Soekarno, Hatta dan anggota PPKI lainnya malam itu juga rapat dan
menyiapkan teks Proklamasi yang kemudian dibacakan pada pagi hari
tanggal 17 Agustus 1945.
Sebelumnya para pemuda mengusulkan agar naskah proklamasi menyatakan
semua aparat pemerintahan harus dikuasai oleh rakyat dari pihak asing
yang masih menguasainya. Tetapi mayoritas anggota PPKI menolaknya dan
disetujuilah naskah proklamasi seperti adanya hingga sekarang. Para
pemuda juga menuntut enam pemuda turut menandatangani proklamasi bersama
Soekarno dan Hatta dan bukan para anggota PPKI. Para pemuda menganggap
PPKI mewakili Jepang. Kompromi pun terwujud dengan membubuhkan anak
kalimat “atas nama Bangsa Indonesia” Soekarno-Hatta. Rancangan naskah
proklamasi ini kemudian diketik oleh Sayuti Melik.
Sehingga tepat pada hari Jumat, 17 Agustus 1945 M atau 17 Ramadan 1365 H
dibacakanlah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang dibaca oleh Sukarno
Hatta yang pada kemudian hari menjadi Presiden Dan Wakil Presiden
Indonesia yang pertama.